Hukum Media Massa
TUGAS 3 Universitas Terbuka
1.Jelaskan perubahan paling mendasar dari kebijakan hukum
media massa pada era Reformasi!
2. Jelaskan mengapa kebebasan memperoleh informasi dijamin
dalam konstitusi!
3. Jelaskan hubungan media massa dengan demokrasi langsung!
Jawaban :
1.
Muncul gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya
krisis multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya
berupa demontrasi di kampus-kampus di berbagai daerah. Akan tetapi, para
mahasiswa harus ke jalan karena aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar.
Gerakan reformasi tahun 1998 mempunyai enam eganda, antara lain suksesi
kepemimpinan nasional, amandemen UUD 1945, pemberantasan KKN, penghapusan
dwifungsi ABRI, penegakan supremasi hukum, dan pelaksanaan otonomi daerah.
Agenda utama gerakan reformasi adalah turunnya Soeharto dari jabatan presiden.
Pengunduran diri presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998 yang digantikan oleh B.J
Habibie.
Era reformasi di masa pemerintahan presiden B.J Habibie ini
dunia media massa juga mengalami reformasi yang cukup fundamental, antara lain
untuk mendapatkan SIUPP di masa Orde Baru diharuskan memenuhi 16 syarat utama.
maka di era ini cukup memenuhi tiga syarat saja. bahkan habibie segera membuka
keren kebebasan pers. Ketentuan pembatalan SIUPP dihapuskan. Melalui Permenpan
No. 01/Per/Menpen/1998 tentang Penghapusan SIUPP. Penjabat menteri penerangan
saat itu adalah Mohammad Yunus Yospiah.
Pers yang bebas merupakan salah satu komponen yang paling
esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat bagi perkembangan
sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbanngan antara kebebasan pers dengan
tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama dan
utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani media terhadap publik.
Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang benar,
dan bukan benar sekedar menurut media. Pers diharapkan memberikan berita harus
dengan se-objektif mungkin, hal ini berguna agar tidak terjadi ketimpangan
antara rakyat dengan pemimpinannya mengenai informasi tentang jalannya
pemerintahan.
Kendatipun secara politik pers sudah memperoleh
kebebasannya, dalam arti hilangnya kontrol pemerintah, akan tetapi hambatan non
politik berupa tekanan publik/ oknum pemerintah masih dialami oleh pers
Indonesia. Sampai dengan April 1999, terdapat sedikitnya 47 kasus intimidasi
terhadap jurnalis berupa intimidasi dan kekerasan fisik.
Ketika presiden B.J. Habibie digantikan oleh presiden KH.
Abdurahman Wachid (Gus Dur) pasca pemilu Orde Baru tahun 1999 maka kebijaka tentang
kebebasa pers juga mengalami perubahan yang sangat signifikan, salah satunya
adalah penghapusan Dapertemen Penerangan.
2.
Di Indonesia, selain mendapat landasan konstitusional, hak
atas informasi telah mendapatkan jaminan hukum dalam beragam jenis dan tingkat
peraturan perundang-undangan. Jaminan dan perlindungan terhadap hak atas
informasi (rights to know) merupakan bagian dari HAM secara universal. Karena
hak atas informasi telah mendapat pengakuan secara universal sebagai salah satu hak paling mendasar
yang melekat pada setiap individu manusia dan karenanya harus dihormati dan
dipenuhi. Dimana pengakuan terhadap sifat keasasian tersebut mendapat
legitimasi dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada
tahun 1946, yang kemudian dituangkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM, 1948).
Universal Declaration of Human Rights 1948 (UDHR 1948) telah
merumuskan jaminan perlindungan terhadap hak atas informasi. Pasal 19 UDHR 1948
menyebutkan:
“Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan
manyatakan pendapat; hak ini mencakup kebebasan untuk berpoerang teguh pada
suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima, dan
menyampaikan informasi dan buah pikiran melalaui media apa saja dan tanpa
memandang batas-batas wilayah.”
3.
Media
Istilah “media” berasal dari kata Latin (tunggal: medium-ii)
yang berarti sesuatu “di antara”. Selain itu, juga bermakna sesuatu yang
“muncul secara publik”, “milik publik”, atau “mediasi” dan karenanya merujuk
pada sebuah ruang publik –sebuah locus publicus. Demikian, esensi dari media
tidak bisa dipisahkan dari persoalan antara ranah publik dan privat, yang kerap
kali problematis. Tujuan adanya media adalah untuk menyediakan sebuah ruang di
mana publik dapat berinteraksi dan terlibat secara leluasa terkait hal yang
berkenaan dengan keprihatinan publik.
Demokrasi Langsung
Secara etimologis "Demokrasi" berasal dari bahasa
Yunani, "terdiri dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
cratein/ cratos yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagi
pemerintahan rakyat atau sering dieknal dengan pemerintahan dari rakyat, oelh
rakyat, dan untu rakyat. Dari sudut pandang trimologis, banyak sekali definisi
demokrasi yang dikemukakan oleh ahli politik. Masingn-masing memberikan
definisi dari sudut pandang yang berbeda.
Demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan
umum ditetntukan atas dasar moyoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas
dasar prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan politik (Haris Soche Winarno, 2008: 91).
Menurut Lippmann (1922), salah satu masalah yang paling
mendasar dari media di dalam demokrasi adalah keakuratan berita dan perlindungan
narasumber. Bagi Lippmann, masalah ini timbul dari ekspektasi bahwa media
(pers) dapat mengimbangi atau memperbaiki kekurangan-kekurangan dari teori
demokrasi. Dalam hal ini, media (surat kabar) dianggap oleh para demokrat
sebagai “panacea” dari ketidaksempurnaan mereka sendiri, sedangkan analisis
dari hakikat pemberitaan dan dasar ekonomi jurnalisme cenderung menunjukkan
bahwa surat kabar akan selalu dan pasti menjadi cerminan – dan oleh karena itu,
dalam skala kecil maupun besar, mengintensifikasi, ketidaksempurnaan organisasi
opini publik. Lebih jauh lagi, Lippmann (1922) menegaskan bahwa peran media
dalam demokrasi masih belum mencapai apa yang diharapkan3, dan bahwa “rekayasa
kesadaran” masih terjadi:
Penciptaan kesadaran bukanlah sebuah seni baru. Ini
merupakan hal yang lama; yang semestinya sudah mati seiring dengan munculnya
demokrasi. Namun itu tidak punah, bahkan pada kenyataannya, hal tersebut telah
mengalami kemajuan secara teknis, karena penciptaan kesadaran saat ini
didasarkan pada analisis bukan sekadar pada aturan semata. Maka dari itu,
sebagai akibat dari riset psikologis, dan didukung oleh cara-cara komunikasi
modern, praktek demokrasi berubah dengan cukup drastis. Sebuah revolusi telah
terjadi, dan ini jauh lebih signifikan dari pergeseran kekuatan ekonomi apapun
(h. 87)
Implikasi dari pernyataan ini adalah bahwa media dan
pemberitaan telah menjadi alat yang sangat kuat dalam menentukan opini publik
melalui propaganda.
Demokrasi langsung merupakan bentuk demokrasi yang semua warga
negara ikut serta secara langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan
pemerintahan termasuk ikut berpartisipasi dalam pemilu. Implementasi dari
bentuk demokrasi langsung ini adalah
adanya pemilihan umum secara langsung serta kampanye yang berbasis elektronik
atau internet. Pemilihan umum merupakan mekanisme demokrasi untuk memutuskan
penggantian pemerintah di mana rakyat dapat menyalurkan hak politiknya secara
aman dan bebas (Thomas H. Greene dalam Podmo Wahjono, 2008: 220).
Pengunaan media massa (medsos) berbasis internet kini telah
digunakan sebagi sarana untuk berinteraksi antar komunitas termasuk dalam
preferensi politik dipengaruhi medsos. Melihat fenomena ini, partai politik dan
kanididat mulai meririk media sosial sebagii suatu alat untuk berinteraksi
dengan konstituennya termasuk untuk mempromosikan produk mereka.
Media sosial sebagi salah satu sarana informasi yang sangaty
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dimasa sekarang. Medsos mempunyai empat
manfaat bagi aktivitas politik suatu partai mapun kandidat, yaitu sebagai
information, service, access topolitical power and space (informasi, pelayanan,
akses kekuatan politik dan ruangan).
Sumber :
SKOM4439/3sks/MODUL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar